Gunung Batur terletak di Kabupaten Banyumas. Menjulang di desa Canduk,
kecamatan Lumbir tepatnya perbatasan dengan kecamatan Wangon. Di lahan
gunungnya masih ditumbuhi oleh pohon pinus yang berdiri berjajar di sekitarnya.
Konon di dalam hutan yang lebat itu masih terdapat binatang liar, seperti kera,
babai huta, Menjangan (Rusa) dan bahkan masih ada Harimau yang berkeliaran.
Karena sering ditemukan telapak kaki yang mirip dengan jejak kaki Harimau.
Gunung Batur ternyata memiliki mitos yang dipercayai oleh masyarakat sekitar.
Kisah awalnya yaitu pada saat zaman
pewayangan. Pada zaman dahulu ada dua keluarga Pandhawa yakni Anoman dan
Werkudara yang sedang berbincang-bincang. Mereka membicarakan mengenai tugas
yang harus digantikan karena Werkudara memiliki tugas lain. Werkudara sudah
dari dahulu kala menjaga sebuah Gunung. Dia tak pernah lengah melindunginya
sehingga gunung tersebut tetap aman dan lestari. Namun suatu hari, Werkudara harus pergi ke Kahyangan
untuk menemui Bathara Guru karena ada sesuatu hal yang harus diselesaikan.
Sebenarnya, Werkudara sangat berat meninggalkan tempat itu tanpa ada yang
menjaganya. Atas usul dari Saudara-saudaranya, ia memerintah Anoman
menggantikan tugasnya untuk beberapa hari. Dia memanggil Anoman ke puncak
gunung dan menyampaikan masudnya memanggil Anoman. Setibanya di puncak gunung,
Anoman menghadap Werkudara dan berlutut memberi salam pada pamannya.
“Ada gerangan apakah hingga Paman
memanggilku ke mari?”
“Anoman, untuk beberapa hari ini,
aku memerintahaknmu untuk tetap disini menggantikan aku menjaga gunung ini.
Jangan biarkan siapapun merusaknya. Mengerti?”, Werkudara memberi penjelasan.
“Inggih Raden. Saya mengerti.”
Werkudara pun percaya seutuhnya pada
Anoman dan pergi meninggalkan gunung tanpa merasa ada beban di pundaknya.
Selama beberapa hari itu, Anoman bermain dengan teman-temannya di kawasan
gunung itu. Dia dianggap pemimpin oleh teman-temannya. Setiap malam, Anoman
pergi ke puncak gunung dan bermain sendiri disana. Saat ia merebahkan tubuhnya
di tanah untuk melihat awan sore yang begitu indah, dia melihat sekumpulan
cahaya bergerak terbang mendekatinya. Dia memandangnya, kemudian salah satu
diantara cahaya itu berhenti di atas hidungnya, dia mengambil dan mengamati. Ternyata
benda bercahaya yang beterbangan itu adalah kunang-kunang. Saat itu ia ingin
melihat bintang di awan, tetapi kunang-kunang itu menghalangi pemandangannya.
Anoman kesal, sehingga ia memakan semua Kunang-kunang itu dan bahkah hingga
menyisakan sedikit kunang-kunang yang lolos dari tangkapannya. Dan begitu pun
hari selanjutnya, dia makan habis kunang-kunang yang bisa dilakukannya. Satu
minggu berselang, Werkudara kembali saat malam hari tiba dan ia merasakan
adanya keanehan. Dia melihat gunung menjadi sangat gelap. Saat ia ke puncak
gunung, ia melihat Anoman sedang berlari
mengejar kunang-kunang dan memakannya.
Seketika itu juga Werkudara menjadi marah dan memanggil Anoman.
“Anoman, apa yang kamu lakukan? Aku
memerintahkanmu tinggal disini untuk menjaga seisi gunung. Kenapa kamu
memakannya?”
“Ampun Raden, saya marah kepada
kunang-kunang ini. Mereka selalu ada malam hari. Padahal saya ingin melihat
bintang yang lebih indah.”, jawab Anoman menunduk dengan kedua tangan terkatup
di depan mulutnya. Anoman tampak sangat menyesal dengan perbuatan yang telah ia
lakukan.
“Tapi aku menyuruhmu untuk menjaga
gunung ini beserta semua hewan dan binatang yang hidup disini.”
Emosi Raden Werkudara tidak bisa
dikendalikan lagi melihat hanya tujuh ekor Kunang-kunang yang tersisa. Lalu
terdengar bunyi DUUUARRR. Raden Werkudara menendang gunung itu sangat kuat
namun sangatlah mudah ia lakukan, karena ia bertubuh besar. Hingga puncak
gunung itu terpental jauh ke daerah Kuningan, Jawa Barat. Yang kini terkenal
dengan nama Gunung Kelud. Sedangkan puncak gunung yang ditendang itu menjadi
rata dan sekarang dikenal dengan naman GUNUNG BATUR atau GUNUNG PUSERAN.
Gunung tersebut masih dianggap
keramat oleh penduduk sekitar. Dan disisi Gunung terdapat sebuah curug (dalam
bahasa Indonesia = air terjun). Dikenal oleh penduduk setempat dengan nama
Curug Penganten. Untuk bisa menncapainya, dapat mengendarai kendaraan motor
melewati kaki Wangon, desa Jurangbahas
ke dusun Cirahab. Disana sudah berdiri area parkir untuk para pengunjung
menitipkan kendaraannya. Udaranya sangat sejuk karena kendaraan bermotor tidak
bisa naik untuk bisa sampai di air terjunnya. Jalannya yang berupa jalan setapak
(jalan kecil) yang hanya bisa dilalui dengan jalan kaki. Terdapat empat air
terjun disana. Saat cuaca sedang bagus, air terjun dapat terlihat dari daerah Wangon
dengan jarak pandang berkilo-kilo meter. Namun, jika cuaca sedang buruk, kabut
akan mengelilingi seluruh permukaan gunung dan menghilangkan pandangan dari
jarak jauh.
Di air terjun
ini pula, terdapat mitos yang mengatakan bahwa sepasang muda-mudi yang akan
melangsungkan pernikahannya tidak boleh datang kesana apabila hubungannya ingin
abadi dan langgeng.
Narasumber:
Pak Sudiono
Oleh:
Utami Ngudi Lestari
Kereeenn ,aku anak canduk :D
BalasHapusterima kasihh,,
BalasHapusapa benar mitosnya demikian??
desa.e aku kuehh wahahha..
BalasHapus